MAJELIS PEKERJA BURUH INDONESIA (MPBI) DIY SIAP MENCIPTAKAN SITUASI KAMTIBMAS YANG KONDUSIF DI WILAY
Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY Siap menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif di Wilayah Kabupaten Sleman

By ADMIN 15 Okt 2023, 08:53:32 WIB Seni & Budaya
MAJELIS PEKERJA BURUH INDONESIA (MPBI) DIY SIAP MENCIPTAKAN SITUASI KAMTIBMAS YANG KONDUSIF DI WILAY

Indonesia merupakan negara dengan jumlah total penduduk sekitar 260 juta orang dan merupakan negara berpenduduk terpadat keempat di dunia. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar ini tentu akan menimbulkan masalah kependudukan yang sangat krusial terutama di bidang ketenagakerjaan. Pemerintah telah berupaya untuk menciptakan lapangan kerja seluas luasnya untuk mengurangi jumlah pengangguran dengan dapat menyerap tenaga kerja atau buruh.

 

Fenomena tentang buruh dari masa pra sampai dengan pasca reformasi 1998 sampai saat ini masih menjadi fakta yang menarik untuk dicermati dan menjadi perhatian pemerintah, dimana massa buruh yang mempunyai kekuatan atau jumlah yang sangat besar bisa dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk kepentingan kelompok baik politisasi buruh/kepentingan politik, kepentingan ekonomi dan juga berkaitan dengan kepentingan dalam menunjang situasi keamanan dan ketertiban masyarakat. Ketika nasib buruh terabaikan atas hak-hak yang seharusnya diterima, apabila pemerintah dalam penanganannya tidak profesional akan menimbulkan gejolak sosial politik yang sangat beresiko bagi situasi keamanan dan ketertiban di dalam negeri yang dipengaruhi oleh ketidakstabilan politik dan ekonomi atas apa yang dilakukan oleh massa buruh.

Baca Lainnya :

 

Permasalahan yang selalu muncul adalah menyangkut kesejahteraan serta nasib buruh akan hak-haknya yang diakibatkan oleh beberapa faktor baik eksternal maupun internal, terlebih akibat adanya kebijakan pemerintah berupa diterbitkannya sebuah regulasi yang tidak melibatkan buruh melalui perwakilannya dalam hal ini Serikat Pekerja, maka jika regulasi tersebut dinilai melemahkan posisi buruh yang sampai saat ini memang masih tampak termarginalkan, maka akan berdampak pada gejolak buruh yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.

 

Akar permasalahan dari aksi-aksi protes massa buruh biasanya dipicu oleh masalah yang bersifat klasik seperti masalah Upah Minimum Regional atau Upah Minimum Provinsi yang tidak sesuai dengan standar untuk hidup layak, diskriminasi buruh, masalah THR, pelarangan cuti dan juga kebijakan perusahaan dimana tempat mereka bekerja dinilai tidak sesuai dengan keinginan buruh.

 

Baru-baru ini, Majelis Hakim Konstitusi menolak lima permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja). Mahkamah berpendapat, berdasarkan kerangka hukum pembentukan undang-undang yang berasal dari Perppu, sebuah Perppu yang telah ditetapkan oleh Presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR agar tetap memiliki daya keberlakuan sebagai undang-undang.

 

Putusan MK tersebut mempertimbangkan beberapa hal, yakni terkait dengan persetujuan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 yang dinilai tidak melanggar jangka waktu persetujuan atau tidak persetujuan DPR atas Perpu yang diajukan oleh Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan perubahannya.

 

Putusan Majelis Hakim Konstitusi menolak lima permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) dengan adanya Perlu No 2/2022 juga kemungkinan akan berdampak kepada peningkatan gelombang PHK di tahun 2023. Dalam putusan ini tidak sesuai dengan keinginan buruh karena pelaku usaha akan semakin kuat untuk melakukan pemutusan hubungan kerja dengan dalih efisiensi dan kerugian dengan adanya Perppu Nomor 2 tahun 2022.

 

Pro Kontra terhadap aksi buruh selalu muncul dimana buruh selalu diposisikan bersalah dan pemerintah atau pemangku kepentingan memposisikan dirinya yang benar, sehingga perbedaan tersebut apabila saling dipertahankan oleh masing-masing pihak tidak akan menemukan jalan keluar dan solusi terbaik, sehingga pemerintah tidak mau mengeluarkan kebijakan yang dinilai dapat mengakomodir kepentingan buruh/pekerja dan lebih rentan lagi apabila kepentingan buruh ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu yang tentu saja dapat menimbulkan gangguan kamtibmas.

 

Seperti diketahui, Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) juga menyuarakan penolakan terkait Permenaker tersebut karena dinilai sangat merugikan Buruh, mengancam kesejahteraan pekerja dan dianggap berpotensi mengurangi pendapatan buruh setiap bulan, menurunkan daya beli pekerja, memangkas hak pekerja untuk mendapatkan pekerjaan dan upah layak dan mendiskriminasi upah buruh di sektor padat karya.

 

Bahwa Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) dalam menanggapi situasi polemik terkait Buruh dan Permenaker yang menjadi penolakan hingga mengakibatkan sejumlah aksi-aksi protes massa buruh maupun elemen mahasiswa hingga hari ini, melalui Sdr. Irsyad Ade Irawan Selaku Pimpinan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menyatakan siap bersinergi bersama Polri dalam menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif di Wilayah Kabupaten Sleman.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment